Minggu, 15 November 2015

Baz Luhrman said, "A life lived in fear... is a life half-lived."


I had a deep conversation with my bestbestfriend, whom I called Enge. Saya kenal Ajeng sejak SD. Hari lahir kami hanya berbeda 1 hari. Di daftar hadir pun nama kami hanya terpaut beberapa nama. Ayah ibunya sudahku anggap sebgai orang tua ku sendiri. Begitu juga dengan adiknya, Anggi, ia sudah kuanggap sebagai adik perempuanku. Aku tak bisa mendefinisikan kedekatan kami. Habis kata rasanya. All that I can say is, i love her. She's more then just a best friend, she's my sister. 

Semalam kami berbincang mengenai banyak hal, salah satunya saya menceritakan kekalutan yang saya rasakan dalam menjalani perkuliahan semester ini. Kami sudah satu atap, meski saya di Depok dan dia di Salemba, almamater kami sama saat ini. Cukup menjadi motivasi bagiku. Dia hampir wisuda dua kali, sementara aku satu pun belum pernah merasakan. Saya bilang jika saya merasa tidak cukup memiliki kapabilitas yang cukup untuk menjadi mahasiswa perguruan tinggi ini. Kadar intelektualitas saya jauh di bawah yang lain. Kemampuan analisis saya pun tak sehebat mereka. Sering saya merasa mungkin dulu ada kesalahan proses seleksi hingga saya bisa terjaring menjadi mahasiswa di sini. Ya itu lah yang saya rasa.

Enge bilang saya tidak boleh terlalu rendah diri. Meskipun itu penyakit menahun yang ada dalam diri saya, tentu saja ia tidak boleh dipelihara. Begitu ujarnya. Berkali kali kamu bilang tidak mampu, tapi pada akhirnya kamu selalu berhasil bukan? Hmm.

Dia mengajakku berpetualang pada memori masa remaja. Dimana gejolak terjadi di sana sini.
Lo inget ga, pas SMP lo takut banget ga lulus UAN? Akhirnya karena permintaan nyokap lo, kita bimbel bareng dan gue rela bimbel di rumah lo tiap sabtu minggu. Padahal bimbel di deket rumah gue juga bisa, tanpa harus ngongkos ojek lagi. Haha itu gue lakuin buat dukung lo neng. Lo inget kan di beberapa halaman buku soal, gue pasti menyelipkan kata-kata penyemangat biar lo yakin kalo lo tuh bisa. At the end, kita berdua lulus UAN dan nilai lo lebih bagus daripada gue. Lo itu sebenernya bisa. Apapun yang lo mau taklukan, lo pasti bisa, lo cuma butuh dukungan, lo butuh support yang terus ada dan mungkin beda kadarnya dari orang lain. Thats why gue selalu berusaha ada buat lo. Mungkin secara fisik, gue ga ada di dekat lo dan bisa kasih dukungan langsung seperti dulu jaman SMP, but all you have to know is, gue selalu ada kapanpun lo butuh, gue akan selalu dukung apapun yang lo lakukan. 

Deg. Ya. Mungkin saya hanya butuh dukungan dibanding orang lain. Tapi hal itu tentunya tidak boleh dipelihara. Tak banyak orang yang bisa konsisten melakukan hal tersebut untuk saya, memang siapa saya? Membuat diri saya menjadi lebih penting daripada oranglain mementingkan dirinya. Saya paham bahwa saya harus sadar bahwa supporter terbesar diri ini ya diri sendiri. Despite of butuh orang lain, saya harus mencintai diri saya dengan segala kelebihan dan kekurangan ini. 
Terima kasih banyak, Nge-ku sayang.

.AnnJasmine

1 komentar: